Eksplorasi Masjid
MASJID PINK, MALAYSIA
Perjalanan ngebolang kali ini aku ditemani oleh anak lanangku, Fatur. Memasuki hari ke tiga kami menyempatkan diri untuk mengunjungi mesjid pink yang ada di Putrajaya, Malaysia sebelum malamnya nanti kami kembali ke tanah air.
Pagi-pagi setelah sarapan di hotel, kami menyeberang jalan menuju stasiun KL Sentral. Hotel tempat kami menginap memang sangat strategis sekali. Letaknya tepat di seberang KL Sentral sehingga memudahkan kami untuk menuju ke berbagai tempat wisata dan bandara KLIA. Kami naik komuter ke stasiun Pasar Seni (Central Market). Dari stasiun Pasar Seni kami berjalan menuju terminal Pudu Raya yang letaknya tidak begitu jauh dari kawasan Pasar Seni.
Kami tiba di terminal Pudu Raya. Suara mesin bis, klakson dan teriakan para kenek dan supir bercampur aduk jadi satu. Pandanganku melihat ke sekeliling terminal. Ada banyak bis dengan berbagai jurusan di terminal Pudu Raya meskipun terminal ini seperti terminal bayangan. Jadi satu bis datang, menunggu sekitar 15-30 menit kemudian langsung jalan. Aku pun tidak melihat terjadinya penumpukan bis di terminal. Waktu keberangkatan dan ketibaan sepertinya benar-benar diperhitungkan.
Aku mencari-cari bis Nadi Putra 500, bis yang akan mengantarkan kami ke terminal Putrajaya. Tapi aku tidak menemukannya.
“Excuse me sir,” tanyaku pada salah seorang kenek yang sedang berdiri di sisi salah satu bis. Rupanya suaraku kalah dengan kebisingan yang ada di sekitar. Kuualangi lagi sapaku sambil memperkeras volumenya. Sekarang tubuh gempal bapak kenek menghadapku. Dipandanginya aku tanpa berkata apa-apa. Kaosnya yang berwarna putih sangat kontras dengan warna kulitnya yang hitam legam.
“Sir, where is the bus to Putrajaya?” tanyaku.
“Where to go?” Bapak kenek malah balik bertanya padaku. Aku terdiam. Aku lihat Fatur nyengir sambil pura-pura melihat ke arah lain.
“Pink mosque,” jawabku singkat.
“Indonesian?” tanyanya lagi.
“Yes. We are Indonesian. Please tell me the bus to Putrajaya,” Aku menoleh. Suara laki-laki. Fatur yang menjawab pertanyaan bapak kenek itu.
“Ok. Over there,” katanya sambil mengangkat tangan dan menunjuk ke arah pemberhentian bis yang berada di sisi utara terminal.
“Thank you, sir,” jawabku berbarengan dengan Fatur.
“Yeah. Be careful,” katanya sambil tersenyum.
Bis Nadi Putra 500 menuju terminal Putrajaya telah berangkat 5 menit yang lalu. Jadi kami harus menunggu sekitar 25 menit lagi untuk keberangkatan bis berikutnya.
Tidak banyak penumpang yang naik bis Nadi Putra ini. Ada 4 orang India, sepertinya satu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 anaknya. 2 orang pemuda yang entah berasal dari mana duduk di bangku tepat di depanku. Sebelum naik ke atas bis, kenek telah meminta ongkos bis seharga RM 3,80.
Sesampainya di terminal Putrajaya kami melanjutkan perjalanan naik bis Nadi Putra yang lain yang melayani rute keliling hampir semua tempat wisata dan tempat-tempat penting lainnya di Putrajaya. Ada beberapa rute bis. Kami naik bis Nadi Putra 502 dengan tujuan Masjid Pink atau Masjid Putra. Kami diharuskan membeli kartu seharga RM 5 yang bisa di top up sesuai kebutuhan. Tarif ke Masjid Pink adalah RM 1,5. Jadi aku membayar RM 15 untuk kartu dan isinya. Satu kartu bisa digunakan untuk dua orang.
Selama perjalanan menuju Masjid Pink, kami disuguhkan dengan pemandangan deretan komplek perumahan pegawai negara yang tertata rapi. Pohon-pohon rindang dan taman di sepanjang jalan menambah indah pemandangan. Sangat asri dan bersih. Sejuk. Tak banyak kendaraan dan orang lalu lalang. Sepi tapi tidak menyeramkan. Aku merasakan keteraturan di sini.
Kami tiba di Masjid Pink. Pak supir mengatakan tempat kami menunggu bis nantinya ketika akan kembali lagi ke terminal Putrajaya. Dia mengingatkan pula untuk tidak terlalu sore karena kuatir bis yang akan membawa kami ke terminal Pudu Raya akan semakin lama tibanya karena kemacetan yang mungkin terjadi di Kuala lumpur. Kami mengangguk tanda mengerti.
Di hadapan kami berdiri sebuah masjid yang warna bangunannya bernuansa pink. Masjid yang dibangun pada tahun 1997 ini memiliki lahan seluas 1,37 hektar yang bisa menampung kurang lebih 15.000 jamaah. Pada awalnya masjid ini bernama Perdana Menteri Malaysia Pertama, Tuanku Abdul Rahman Putra Al-Haj. Kemudian berubah nama menjadi Masjid Putra dan terkenal pula dengan nama Masjid Pink. Perpaduan antara desain geometris dan kaligrafi terlihat pada kubahnya. Sangat indah. Konon katanya menara masjidnya terinspirasi dari desain masjid Sheikh Omar yang berada di Baghdad.
Aku berjalan memasuki masjid. Ruang tempat shalat bagi wanita yang berada di sebelah kiri bangunan masjid dipadati oleh para jamaah dari berbagai daerah. Karpet lebar nan cantik terhampar menutupi lantai. Lampu-lampu berjajar membentuk dua putaran yang menempel pada rangka bundar terlihat anggun tergantung pada langit-langit masjid. Tempat imam berada sejajar dengan pintu masuk bagi ichwan. Kipas angin berukuran besar berbaris rapi di bagian depan di sisi kiri dan kanan. Pintu-pintu kaca terlihat menyebar di 3 sisi masjid. Pilar-pilar segiempat bernuansa bata merah muda berdiri kokoh makin memperlihatkan keanggunan masjid.
Seusai shalat, aku berjalan mengelilingi masjid. Angin sepoi-sepoi membentuk garis-garis riakan halus pada air danau. Danau yang diberi nama Danau Putrajaya yang berada di sisi barat masjid ikut andil dalam menyejukkan udara disekitarnya dan membuatku nyaman berada di sini berlama-lama. Pohon-pohon hias di pot menambah indah pemandangan.
Masjid pink yang merupakan ikon dari kota Putrajaya ini semakin ramai didatangi para pengunjung. Pengunjung yang datang ke masjid ini berasal dari berbagai negara. Mereka bukan hanya yang beragama Islam saja tapi banyak juga wisatawan dan turis yang berbeda agama. Bagi pengunjung yang memakai celana pendek dan berpakaian minim diharuskan memakai kain dan selendang penutup kepala. Dengan sigap para petugas akan membantu mereka meminjamkan kain dan selendang penutup kepala.
Hari semakin sore. Kami keluar dari masjid dan menuju tempat pemberhentian bis Nadi Putra. Kami diam tak berkata-kata. Mencoba untuk meresapi kembali apa yang telah kami rasakan di dalam Masjid Pink. Bis melaju menjauh meninggalkan masjid. Aku menoleh sekali lagi. Dari kejauhan, Masjid Pink seakan mengapung di atas danau. Menyertakan rasa syukurku kepada Ilahi yang telah mengijinkan kami berada di sini.