02/12/19


Journey to Palembang

MONPERA
(Monumen Perjuangan Rakyat) 


Sesudah sarapan pagi,  aku dengan beberapa teman berjalan kaki menyusuri tepian sungai Musi. Dengan dibantu oleh abang Sandi, yang kebetulan sudah lama tinggal di Bumi Sriwijaya ini, maka jadilah kami ke beberapa objek wisata. Ada beberapa objek wisata yang akan kami kunjungi yaitu Monumen Patung Belida, Jembatan Ampera, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Benteng Kuto Besak, Monpera, masjid Agung Palembang dan lain-lain.


Aku  terpisah dari teman-teman di depan museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Aku kelamaan ber-swafoto di depan museum ini. Terakhir aku melihat teman-teman berjalan menuju belakang museum. Tak terlihat olehku ke arah mana lagi mereka berjalann karena ada beberpa belokan jalan yang membuatku bingung harus mengambil belokan kiri atau kanan. Seorang anak muda sedang asik dengan gadgetnya duduk di dekat tembok belakang museum. 

“Dek, maap. Tadi melihat rombongan beberapa orang gak lewat sini?” tanyaku.
“Ya.” Jawabnya singkat. Seolah merasa terganggu dengan kehadiranku.
“Mereka belok ke arah mana ya?” tanyaku lagi.
Dengan enggan dia melihat ke arahku dan mengarahkan jari telunjuknya ke sebelah kiri jalan tanpa berkata apa-apa.
“Terima kasih ya dek,” ucapku sambil berlalu.

Aku langkahkan kakiku ke arah yang ditunjuk oleh pemuda tadi hingga tiba dekat  pertigaan lampu merah. Jalanan  disini tidak terlihat begitu ramai. Dengan mudah aku menyeberang jalan. Dari kejauhan tampak sebuah bangunan yang mirip sebuah monumen. Langkahku kupercepat lagi. Di bawah sebuah pohon rindang di dekat monumen, teman-temanku sedang berbincang sambil tertawa. Beberapa terlihat sedang mengerumuni sesuatu. 

“Wah bunda baru sampe.” Senyum Ria menyambut kedatanganku.
“Bun, sini istirahat dulu. Ada pempek bun. Enak.” Icun sibuk mengunyah sesuatu di mulutnya.
“Iya. Aku masih kenyang. Lanjutkan saja, teman-teman.” Balasku. Rupanya teman-teman sedang mengerumuni seorang pedagang pempek keliling. Bau pempeknya enak sekali. Pantas saja pada nyemil pempek meskipun tadi pagi sudah sarapan di hotel.

Aku melihat sekeliling tempat itu. Beberapa pengunjung terlihat duduk-duduk santai tidak jauh dari tempat teman-temanku duduk. Pohon-pohon rindang terlihat menghijau di kedua sisi dan belakang monumen.  Beberapa tempat sampah bertengger di sudut-sudut taman. Area monumen terlihat bersih. Mataku memandang ke tengah area. Semakin terlihat jelas bentuk bangunan monumennya dan ternyata aku memasuki area monumen dari salah satu sisi.

Perlahan aku melangkah menuju monumen. Monumen tampak kokoh, anggun,  dan tinggi menjulang. Salah satu monumen kebanggaan masyarakat Palembang, Monpera. Monumen Perjuangan Rakyat.  Monumen ini dibangun pada tanggal 17 Agustus 1975 dan selesai pembangunannya pada tahun 1988 yang diresmikan oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara (Menkokesra pada saat itu) dengan nama Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).

Monpera dibangun dalam rangka mengenang perjuangan tentara Palembang dalam mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pada tanggal 1 Januari 1947, selama lima hari lima malam seluruh masyarakat Palembang berjuang melawan Belanda hingga  tercapailah kesepakatan gencatan senjata pada tanggal 6 Januari 1947.

Langkahku semakin  mendekati bangunan Monpera. Ada patung Garuda Pancasila di sisi dinding utama monumen. Ingatanku langsung tertuju pada beberapa  monumen yang ada di beberapa tempat di Indonesia. Monumen Pancasila Sakti atau dikenal juga dengan monumen Lubang Buaya  di Jakarta, Monumen Perjuangan Rakyat di Bandung Jawa Barat, Monumen Pancasila Ende di Flores, Monumen Perjuangan Salatiga Jawa Tengah. Kemiripan dari monumen-monumen tersebut adalah adanya patung Garuda Pancasila pada dinding monumennya. Perbedaannya adalah bahwa bentuk bangunan Monpera  menyerupai bunga melati bermahkota lima. Melati yang biasanya identik dengan simbol yang melambangkan kesucian hati para pejuangnya. Lima sisi bangunan menggambarkan lima wilayah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) yaitu Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka dan Belitung. Sedangkan jalur menuju ke bangunan utama Monpera berjumlah 9, yaitu 3 di sisi kiri, 3 di sisi kanan, dan 3 di sisi bagian belakang. Angka 9 tersebut mengandung makna kebersamaan.  Masyarakat Palembang mengenal istilah “Batang Hari Sembilan”. Jambi mengenal istilah Pucuk Jambi Sembilan Lurah, Lampung mengenal istilah Lampung Siwo Mego. Tinggi bangunan Monpera mencapai 17 meter, memiliki 8 lantai, dan 45 bidang/jalur. Angka-angka tersebut mewakili tanggal proklamasi kemerdekaan RI yaitu 17 Agustus 1945.

“Ayo kita fotoan di depan sini,” ajak abang Sandi.
“Di sini bang, di depan patung Garuda Pancasila,” kata Multi.
“Sebaiknya dari depan saja jadi monumen bisa terlihat utuh,” saran abang Sandi.


Aku melangkah menjauhi monumen dan mendekati pintu gerbang utama. Pintu gerbang utamanya dibuat  dengan 6 cagak beton yang melambangkan 6 daerah perjuangan rakyat Sumatera Selatan. Tidak jauh dari pintu gerbang utama terdapat gading gajah yang terbuat dari cor-an semen dan pasir. Gading ini melambangkan perjuangan rakyat Sumatera Selatan yaitu bak gajah mati meninggalkan gading. Pada  bagian pangkal gading terdapat prasasti peresmian Monpera.

Aku mengarahkan kamera ponselku ke Monpera. Betul juga saran abang Sandi. Dari sini view nya utuh terlihat. Dengan menggunakan tongsis, kami berswa-foto di depan Monpera.

Aku masih tetap berdiri di depan prasasti gading gajah ketika teman-teman mulai melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Pandanganku jauh ke depan, masih mengamati bangunan monumen. Simetris dengan prasasti gading gajah, terlihat  dada membusung Garuda Pancasila yang ada pada dinding bangunan utama Monpera. Sementara pada bagian yang lain terdapat dua relief, relief pertama menggambarkan kondisi masyarakat saat pra kemerdekaan, sedangkan relief yang lain menggambarkan peristiwa perang 5 hari 5 malam. Dua relief ini yang aku lihat tadi ketika aku berada di bawah patung Garuda Pancasila.

Monpera tidak hanya sekadar bangunan sebagai pengingat kembali perjuangan para pahlawan yang telah gugur mempertahankan kemerdekaan Sumatera Selatan tapi juga menjadi wadah pembentukan karakter anak bangsa seperti yang telah dirumuskan oleh Kemdikbud yang meliputi religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
Kutinggalkan jejak disini, di Bumi Sriwijaya yang sarat dengan  sejarah, budaya dan kulinernya. Semoga ada kesempatan lagi untuk datang ke sini. 


#charmingpalembang
#pariwisatapalembang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar