26/09/19

Eksplorasi Literat

TOTTO-CHAN - GADIS CILIK DI JENDELA


Tingkah polah anak-anak itu bermacam-macam. Ada yang pendiam, disapa hanya diam saja bahkan cenderung takut saat pertama kali bertemu dengan seseorang yang belum pernah dikenalnya. Ada juga yang bisa langsung akrab bahkan rasa ingin tahunya tinggi sekali terhadap lawan bicaranya. Ada juga yang aktif, bahkan cenderung tidak bisa diam. Bergerak ke sana sini mengeksplorasi sekitarnya dengan gesitnya.


Adalah seorang gadis cilik yang bernama Totto-chan, seperti yang diceritakan oleh Tetsuko Kuroyanagi dalam bukunya yang berjudul Madogiwa no Totto-chan atau Totto-chan – Gadis Cilik di Jendela. Buku terbitan Gramedia tahun 1981 setebal 272 halaman ini sudah beberapa kali dicetak ulang.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Totto-chan kecuali bahwa dia adalah seorang anak yang tidak bisa diam, dengan rasa ingin tahu yang tinggi sehingga dia melakukan sesuatu yang dianggap agak aneh bagi orang dewasa khususnya. Totto-chan suka sekali pada meja belajar di kelasnya yang bagian atas meja dapat dibuka dan ditutup. Saking sukanya Totto-chan seringkali membuka dan menutup bidang meja tersebut dengan kerasnya sehingga mengganggu seisi kelas hingga akhirnya membawanya pindah ke sekolah baru yang bernama Tomoegakuen.

Sekolah Tomoegakuen berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Gerbang sekolahnya tidaklah terbuat dari beton atau tembok. Dua pohon kayu tumbuh di sisi kiri kanan halaman depan sekolah itulah yang menjadi gerbang sekolahnya. Gerbong kereta yang sudah tidak terpakai digunakan sebagai kelas tempat Totto-chan dan teman-temannya belajar. Sekolah Tomoegakuen merupakan sekolah favorit Totto-chan.

Tidak ada seorang dewasa pun yang tahan dengan cerita dan celoteh gadis cilik ini tapi bapak kepala sekolah malah senang mendengar cerita Totto-chan mulai dari pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang. Totto-chan begitu menyukai bapak kepala sekolah sehingga ia ingin bersama bapak kepala sekolah selamanya.

Di kelas, siswa bebas belajar apa pun sesuai keinginannya. Guru hanya menuliskan pelajaran apa saja yang akan dipelajari di papan tulis. Siswa dapat memilih sesuai dengan keinginannya. Jika ada pertanyaan, siswa boleh bertanya pada guru.

Kegiatan makan siang di sekolah ini sangat menyenangkan. Semua siswa harus membawa “Sesuatu dari pegunungan dan sesuatu dari laut”. Jika ada siswa yang hanya membawa bekal “sesuatu dari pegunungan” saja, maka bapak kepala sekolah akan berseru pada istrinya, “sesuatu dari laut”, maka istrinya akan menambahkan “sesuatu dari laut” untuk siswa tersebut. Demikian pula sebaliknya.

Pelajaran jalan-jalan merupakan salah satu pelajaran yang disukai Totto-chan dan teman-temannya. Pelajaran ini dilakukan setelah acara makan siang. Tanpa mereka sadari, mereka telah belajar sains, sejarah dan biologi dari mata pelajaran jalan-jalan ini.

Bagi Totto-chan yang aktif dan tidak bisa diam, sekolah ini benar-benar membentuk karakter Totto-chan. Secara perlahan, sifat isengnya berkurang dan budi pekerti dan sopan santun diajarkan secara langsung. Contohnya adalah ketika seorang anak ingin memanjat pohon milik temannya (setiap anak di sekolah ini mempunyai pohon masing-masing) maka dia harus minta ijin dengan mengatakan, “Bolehkah aku masuk?” dengan sopan kepada pemiliknya.

Ketika libur musim panas, Totto-chan dan teman-temannya melakukan kegiatan “Sekolah pantai”. Mereka pergi ke suatu tempat bernama Toi, di semenanjung Izu, Shizuoka. Mereka menginap selama 3 hari 2 malam. Pada saat malam beberapa temannya akan bercerita tentang hantu. Meskipun takut dan menangis, Totto-chan tetap penasaran dan bertanya, “lalu apa yang terjadi?” Bapak kepala sekolah betul-betul memahami watak siswa. Beliau meminta siswa memakai pakaian usang agar mereka tidak kawatir jika terkena lumpur atau robek. Bagi Totto-chan yang super aktif, peraturan memakai pakaian usang ini merupakan aturan terbaik yang pernah ada. Pasalnya, pada jam istirahat, Totto-chan suka menyelinap di bawah pagar halaman orang atau halaman kosong dan tentu saja tak jarang pakaiannya menjadi robek di beberapa bagian. Totto-chan tidak akan pernah melupakan kata-kata yang pernah dilontarkan bapak kepala sekolah. Punya mata, tapi tidak melihat keindahan; punya telinga, tapi tidak mendengar musik; punya pikiran, tapi tidak memahami kebenaran; punya hati tapi hati itu tidak pernah tergerak. Banyak kisah seru lainnya petualangan Totto-chan dan sekolah Tomoegakuen di buku ini.

Kelebihan buku ini:
Dibutuhkan waktu yang tidak begitu lama untuk membaca habis buku ini. Selain disajikan dengan bahasa yang sederhana, buku ini juga membuat penasaran pembaca untuk tetap terus membaca hingga tuntas. Tetsuko Kuroyanagi mampu mendeskripsikan semua paradigma seorang anak kecil yang penuh imajinasi dan kenakalan-kenakalan layaknya anak-anak kecil pada umumnya.


Banyak pesan-pesan yang sangat istimewa yang ditunjukkan bagi orang-orang dewasa untuk lebih memahami anak kecil. Diantaranya adalah mau mendengarkan apa yang diinginkan oleh anak-anak kecil, meluangkan sedikit waktu untuk belajar bagaimana anak kecil bertindak dan apa yang mereka pikirkan dan tidak menilai benar salah apa yang dilakukan anak-anak kecil.

Kekurangan buku ini:
Menurutku tidak ada kekurangan dari buku ini. Ini pertama kalinya aku membaca buku dari sudut pandang anak kecil. Oleh karena itu, buku ini aku jadikan standar sementara bagi buku-buku dengan sudut pandang anak kecil di masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar