04/09/19

Eksplorasi Literat

BIG BAD WOLF 





Sore itu selepas ashar, kakiku melangkah menuju halte Malioboro 1. Tujuanku adalah perpustakaan Grhatama Pustaka yang ada di jalan Janti Banguntapan Bantul. Terik matahari di musim kemarau masih terasa menyengat meskipun sang surya mulai condong turun ke arah barat. Untunglah tidak berapa lama kemudian bis transyogya no 1A tiba. Sehingga aku tidak harus menunggu berlama-lama di halte. Tidak begitu banyak penumpang sore itu. Aku masih dapat tempat duduk yang nyaman di dalam bis. Di depanku duduk sepasang pemuda pemudi yang entah dari mana asalnya. Yang laki-laki berperawakan tidak begitu besar untuk ukuran seorang “bule”. Kulitnya putih bersih dengan senyuman yang selalu tersungging di wajahnya. Sedangkan yang perempuan, berbeda dengan yang biasanya aku jumpai di Yogya. Berpakaian sopan, memakai kaos t-shirt dengan rok panjang batik yang membuatnya nampak anggun bak seorang putri keraton. Dia terlihat sibuk bicara. Entah apa yang dibicarakannya. Sesekali terlihat respon pemuda yang di sebelahnya menyinggungkan senyuman manisnya. Sesekali pula dia tersenyum padaku. Seolah memintaku untuk memaklumi temannya yang tiada pernah berhenti bicara di sepanjang perjalanan. Tebakanku mereka berasal dari Jerman.



“Hi.” Sapaku
“Hi.” Jawab pemuda tadi. Perempuan di sebelahnya spontan berhenti bicara. Dia memandang aku dan temannya secara bergantian.
“Where are you from?”
“I am from Germany,” Tebakanku benar. Aku tersenyum senang.
“Ooo I see. Are you on holiday?” Hhhmmm…biasa pertanyaan basa basi yang selalu kulontarkan saat pertama kali bercakap-cakap dengan “bule”.
“Yes.”
“That’s nice. Where are you going right now?” tanyaku penasaran. Ini pun aku sudah tahu jawabannya. Pasti mau ke candi Borobudur.
“Prambanan,” jawab pemuda tersebut. Aku menertawai diriku sendiri karena kali ini tebakanku salah. Tapi setidaknya percakapan ini bisa membungkam teman perempuannya.
“Where are you going?” Pemuda “bule” itu balik bertanya padaku.
“Ooo I want to go to the library.”
Sekilas aku menangkap keanehan sinar matanya. Pasti dia membatin. Mau apa coba di hari weekend begini ke perpustakaan.



Bis transyogya terus melaju. Beberapa penumpang lokal terlihat sibuk dengan pembicaraan mereka dalam bahasa Jawa. Pak kenek berteriak mengumumkan tempat pemberhentian mana kala akan tiba di setiap halte trans. Dua orang penumpang yang duduk di bangku depan turun di halte Pakualam. Aku mendengar “bule” perempuan yang duduk di depanku mengatakan sesuatu kepada temannya. Tak berapa lama, mereka berdua pindah duduk ke bangku depan setelah sebelumnya pemuda “bule” itu mengganggukkan kepala dan menunjuk ke arah bangku depan. Aku paham dan menganggukkan kepala pertanda mengiyakan.

Bis transyogya melaju lagi. Lalu lintas saat itu tidak terlalu ramai. Terdengar suara kenek berteriak dengan logat Jawa yang cukup kental, “Halte JEC. Bagi penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan ke Gembira Loka, Bandara Adisutjipto, terminal Condongcatur, UGM dan House of Raminten.” Aku berdiri, mengatakan pada kenek bahwa tujuanku ke Grhatama Pustaka. “Ibu turun di halte JEC. Menyeberang dan jalan sekitar 5 menit. Grhatama ada di sebelah kanan ibu.” Aku paham. Sangat jelas sekali penjelasan keneknya.

Bis transyogya berhenti di halte JEC. Sebelum turun, aku melihat ke arah dua orang Jerman tadi. Ternyata mereka sedang melihat ke arahku juga. “See you,” kata si pemuda Jerman sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Temannya hanya tersenyum saja padaku. ”See you, too. Enjoy your holiday here,” balasku sambal tersenyum.

Aku menyeberang jalan dan berjalan sekitar 5 menit. Akhirnya sampai juga, pikirku. Aku mulai memasuki pelataran parkir. Lumayan cukup jauh untuk sampai ke gedung perpustakaan. Banyak umbul-umbul bendera berjajar di sepanjang jalan menuju gedung perpustakaan. Mobil hilir mudik masuk dan beberapa pejalan kaki terlihat berjalan dengan tergesa. Aku benar-benar belum menyadari kalau aku salah masuk gedung hingga sampai di depan sebuah banner besar yang dipasang di tembok bertuliskan “Big Bad Wolf”. Aku bertanya pada petugas penjaga letak Ghratama Pustaka. Ternyata gedung perpustakaan ada di sebelahnya. Tak terlihat dari jalan dengan mudah karena tempat parkirnya luas dan gedungnya masuk agak ke dalam. Kepalang sudah sampai di sini, apalagi aku penasaran dengan “Big Bad Wolf” ini. Nama yang melegendaris bagi para pembaca dan penggemar buku.
Apa sebenarnya “Big Bad Wolf” itu? Big Bad wolf adalah nama yang diberikan oleh sepasang suami istri asal Malaysia yaitu Andrew Yap dan Jacqueline Ng untuk kegiatan bazar dan penjualan buku impor. Bazar pertama Big Bad Wolf yang diadakan pada tahun 2009 yang mendulang jutaan dolar dari penjualan sejumlah 120 buku yang dijual mulai harga 3 Ringgit Malaysia. Selain di negaranya sendiri yaitu Malaysia, BBW menyelenggarakan bazar di beberapa negara seperti Filipina, Myanmar, Taiwan, Thailand, Sri Lanka, Uni Emirat Arab dan Indonesia. Sejak tahun 2016, BBW menyelenggarakan bazarnya di beberapa tempat Indonesia selama 11 hari. Untuk tahun 2019 ini, BBW diadakan di Jakarta pada bulan Februari, Bandung di bulan Mei, Yogyakarta di bulan Agustus dan info terbaru di Medan pada tanggal 6-16 September 2019.
Buku-buku yang dijual di Big Bad Wolf memang tidak tanggung-tanggung murahnya. Potongan harga yang diberikan bisa mencapai 80 %. Seorang temanku di Yogya membeli buku tentang Vietnam hanya seharga 300 ribu rupiah. Padahal harga di online shop sekitar 2 juta lima ratus ribu rupiah. Bukunya tebal, dengan kertas yang tebal dan sarat dengan foto-foto yang indah.

Apa yang mendasari Andrew dan istrinya pertama kali membuat BBW? Karena rasa keprihatinan akan minat baca yang rendah, yaitu hanya 2 persen dari total penduduk di negaranya. Misi Andrew adalah meningkatkan tingkat pembaca di Malaysia. Andrew ingin agar banyak orang bisa memiliki akses terhadap buku sehingga kemudian nantinya menyukai kegiatan membaca.

Aku mulai menjelajah ruang bazar. Sebuah ruang besar seperti hangar pesawat terbang dengan tumpukan buku-buku di atas meja. Setiap meja diklasifikasikan berdasarkan tema bukunya. Ada buku tentang transportasi, masakan, dongeng cerita anak, novel, kesehatan, dan sebagainya. Sekitar 80 % adalah buku-buku impor. Aku mencari buku tentang traveling, sayangnya sudah banyak yang habis. Hari ini adalah 2 hari terakhir sebelum penutupan bazar.

Aku melangkah keluar bazar. Hari ini aku tidak membeli buku satupun tapi setidaknya rasa penasaranku terhadap BBW terbayar. Aku sepertinya nyasar tapi kakiku tidak salah melangkah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar