Journey to Turki
REMEDIAL NAIK BALON
Pagi hari pukul 6.30 bis yang kami tumpangi dari Denizli tiba di Goreme. Hanya kami berlima saja yang di turunkan di terminal bis Goreme. Penumpang yang lainnya masih melanjutkan perjalanan ke terminal bis berikutnya.
Mataku menyapu sekitar. Terminal bis Goreme tepat berada di perempatan jalan. Masih terlihat sepi. Tidak ada bis yang lainnya sama sekali. Tidak seperti halnya terminal bis yang pernah kulihat di tempat-tempat lain. Menurutku ini seperti terminal bis bayangan yang hanya digunakan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang sekali waktu. Tak terlihat bis lainnya yang terparkir di sana atau mungkin kalau pagi hari hanya menurunkan penumpang saja. Menjelang sore baru menaikkan penumpang. Terminal bis ini lebih mirip tempat parkir bagi perusahaan bis karena tepat di depannya terlihat kios-kios perusahaan bis yang terlihat masih tutup. Aku menoleh ke arah jalan. Masih sepi. Hanya satu dua kendaraan yang lewat. Toko-toko masih tutup. Dari kejauhan di sebelah kananku terlihat pegunungan batu yang bentuknya seperti jamur. Lucu. Warnanya putih keabuan. Di sebelah kiriku terlihat bangunan hotel dan toko-toko. Seorang lelaki duduk di depan sebuah PO bis yang masih tutup.
“Dimana hotelnya Vet?” tanya Dewi. Aku hanya tersenyum. Yang ditanya pun belum tentu lebih tahu dari yang bertanya. Aku mengeluarkan kertas catatan itinerary.
“Excuse me sir. Do you know this hotel?” tanyaku sambil mendekati lelaki yang sedang duduk di depan sebuah PO bis. Dia melihat alamat yang aku tunjukkan padanya.
“I don’t know. Take a taxi. Taxi driver will know.” Aku nyengir.
“Ye iye pastinye. Gimana sih tuh orang,” dumel Firdi.
“Ayo google map mainkan. Dew, coba buka ponselnya.” Pintaku pada Dewi.
“Ini Vet. Udah ke buka. Ayo Fir, jalan sana. Lihat di google map.”
“okey deh.” Firdi menurut. Dia mulai melangkah ke arah selatan sementara akupun mulai mengecek google map di ponselku. Aneh. Di google map tertera alamat hotelnya ya disitu juga. Aku celingak celinguk. Melihat sekali lagi di sekitar tempat itu. Tidak terlihat hotel sama sekali. Yang ada juga toko-toko yang masih tutup.
“Gak jalan Vet tanda panahnya biar kata gue udah jalan ke kiri kanan.” Kata Firdi bingung. Erin dan Syam menghampiri Firdi melihat ke arah ponsel yang ada.
“Vet, elo yakin itu hotel beneran ada? Kuatirnya hotel bodong. Sudah di bayar Vet?” tanya Dewi ikut kuatir.
Aku terdiam. Aku juga bingung. Aku berjalan ke arah jalan raya mencari papan alamat. Tidak ada papan alamat. Di plang toko-toko juga tidak tercantum alamat.
“Udeh gak usah bingung. Kita cari hotel lagi aja sekarang. Pasti banyak deh di sekitar sini.” Kata Firdi.
“Yaaaa kalau begitu mah gak usah diomongin Fir. Masalahnya kan sayang duitnya. Kita sudah bayar kan Vet?” tanya Dewi rada sewot dengar ucapan Firdi.
“There is a taxi. Take taxi,” kata lelaki tadi. Aku menengok ke arah lelaki itu. Ke empat temanku menengok ke arahku.
“Iya Vet. Kita naik taxi aja. Tunjukin alamatnya.” Saran Dewi.
“Enggak.” Kataku tegas.
“Terus gimana dong? Masa kita gak nginep di hotel.” Erin mulai terlihat cemas.
“Ayoo bawa koper masing-masing. Kita coba jalan ke arah sana,” perintahku sambil menyeret koper. Yang lain hanya diam sambil mengikuti apa yang aku katakan.
Kami menyeberang jalan sambil mata kami mengamati nama-nama yang terpampang di papan bangunan.
“Vet, itu bukan hotelnya?” teriak Dewi. Aku menoleh ke arah yang ditunjuk Dewi. Betul. Itu nama hotel yang telah aku booking sebelumnya. Alhamdulilah. Baru berjalan lima langkah dari tempat kami menyebrang tadi, hotelnya sudah ketemu.
“Ya betul. Itu nama hotelnya.” Kataku mengiyakan.
“Alhamdulilah.” Seru teman-teman serempak.
Kami diperbolehkan check-in lebih awal. Kamar kami berada di lantai 2. Aku, Dewi dan Firdi sekamar sedangkan Erin dan Syam di kamar lainnya. Perjalanan naik bis selama kurang lebih 12 jam dari Denizli membuat kami lelah. Pagi ini kami putuskan untuk istirahat dulu. Sore hari nanti kami akan berjalan-jalan di sekitar hotel.
Kami ber lima berkumpul di kamarku. Aku katakan pada teman-teman ingin memesan tiket balon udara dan paket city tour. Karena selama perjalanan masih simpang siur siapa-siapa saja yang benar-benar ingin naik balon udara.
“Teman-teman, aku mau pesan tiket naik balon dan paket city tour green packet. Sekarang siapa yang mau naik balon?”
“Aku mau Vet. Harganya berapa ya?”
“Kata mbak Bella karena ini musim liburan harganya naik jadi 250 usd. Kalo euro jadi 230.” Jawab Dewi. Pada awalnya aku dapat info untuk naik balon di harga 230 usd atau 200 euro.
“Ok. Sekarang siapa aja yang mau naik balon biar sekalian dikumpulin uangnya.” Kataku.
Firdi, Dewi dan Syam mengacungkan tangannya.
“Erin, gak ikut naik balon?” tanyaku.
“Elo ikut juga kan Vet?” tanya Dewi. Aku mengangguk.
“Aduh gimana ya. Anakku kuatir kalau aku naik balon.” Jawab Erin.
“Kuatir kenapa” tanyaku.
“Takut ye kalo balonnya tahu-tahu jatuh pas kita udah di atas,” celetuk Firdi.
“Firdiiiiii...,” serempak aku, Dewi, dan Syam teriak ke arah Firdi. Firdi nyengir nakal.
“Nah itu yang dikatakan Firdi. Takut aku. Kalau anakku sudah melarang, nanti kalau aku langgar biasanya terjadi apa-apa.” Jelas Erin seperti ketakutan.
“Eh, elu mah aneh. Elu kan emaknye. Masa emaknya dinasehatin sama anaknye. Kebalik tahu. Jadi emak tuh harus punya sikap.” Firdi sewot mendengar penjelasan Erin.
“Eh kamu teh kumaha Erin. Kata kamu gak mau ikut karena uang usd nya gak banyak. Kok beda lagi sekarang alasannya.” Celoteh Syam rada kesal.
“Aku nuker dolar lagi Syam pas mau berangkat.” Jelas Erin.
“Nah eta kan aya si dolar na,”
“Gimana Erin? Jadi ikut naik balon gak? Kita gak mau maksain ya. Itu terserah masing-masing. Kalau gak ikut ya bisa tunggu di kamar aja. Gak lama kok. Paling lamanya 2 jam.” Kataku menjelaskan. Erin terlihat bingung.
“Ayuuuk atuh ikut Rin,” desak Syam.
“Ehhhh dibilang gak boleh maksa. Terserah die. Tar kalau emang terjadi ape-ape, terus nanti elo loo yang disalahin,” lagi-lagi Firdi meledek.
“Firdiiiii.....,”serempak Dewi dan Syam teriak ke arah Firdi. Mataku melotot ke arah Firdi. Sekali lagi Firdi nyengir nakal.
“Gini Erin. Kalau soal musibah, dimana juga bisa. Kita berdoa semoga aman-aman saja dan kita semua selamat, tidak ada sesuatu yang mengkuatirkan. Aku sarankan Erin ikut aja. Karena kalau nanti lihat foto-foto kita yang bagus-bagus dan cantik-cantik, Erin jangan nyesal ya gak ikut.” Jelasku lagi. Kamar terasa hening. Semua terdiam.
“Aihhh. Aku nanti gak ada foto yang lagi naik balon dong,” tiba-tiba Erin bersuara.
“Aku ikut deh”
“Beeuuuhhhh. Kalau soal di foto aja elo gak mau ketinggalan. Hahaha “ goda Firdi.
“Nah gitu dong,” kata Dewi sambil tersenyum.
“Eh Rin, sebenarnya gue juga rada takut lo naik balon itu. Tar kalo balonnya kempes kumaha atuh Rin,” kata Syam.
“Syam......” teriak aku dan Dewi berbarengan. Firdi tertawa terbahak-bahak.
“Emang bisa Vet balonnya kempes?” tanya Erin cemas.
"Balonku ada 5 tinggal 4 kalo kempes 1, Rin,” kata Firdi masih tertawa.
“Firdi, demen banget sih godain Erin. Ayo Dew, tolong kumpulkan uang teman-teman. Sesudah ini aku turun ke lobi mau tanya tempat beli tiketnya.” Kataku.
Aku turun menuju lobi menemui pemilik hotel. Kebetulan dia sedang ada di lobi melayani seorang wisatawan asing.
“Yes mam. What can I do for you?” tanya Aydin, si pemilik hotel setelah selesai melayani wisatawan asing tadi.
“O ya, I want to ride air balloon. Do you know where I can buy the ticket. ” tanyaku.
“You can buy here. For how many persons? Tanya Aydin.
“How much for each?” tanyaku.
“230 usd or 200 euro,” jawab Aydin.
“Is it any discount?” Aydin hanya tersenyum.
C’mon. I buy five tickets. Give me discount.” Pintaku mulai memakai jurus emak-emak lagi belanja.
“Wait,” Aydin mengambil ponselnya dan menelpon seseorang. Entah apa yang dibicarakannya aku tidak mengerti karena Aydin memakai bahasa Turki.
“There are 5 seat left mam. If you want to take them all, I give you 200 usd.” Mataku berbinar-binar. Kami masing-masing dapat discount 30 usd. Lumayan.
“Ok, I’ll take them all,” jawabku cepat.
“You are lucky, mam,” kata Aydin tersenyum. Aku pun ikut tersenyum. Alhamdulilah. Semoga aku selalu diberi keberuntungan. Aku juga sekalian membeli green tour packet seharga 210 TL per orang.
Keesokan harinya kami sudah menunggu di lobi pada pukul 04.00. Tidak berapa lama kemudian seorang lelaki menjemput dan mengantarkan kami ke sebuah kantor. Di sana sudah banyak wisatawan yang menunggu. Kami diberi sarapan terlebih dahulu sebelum benar-benar berangkat lagi menuju ke lapangan tempat parkir balon udara.
Udara masih terasa dingin. Tiga orang lelaki terlihat sibuk dengan sebuah balon udara yang sudah terkembang dan siap terbang. Aku melihat balon yang akan kami naiki. Besar sekali dengan corak kotak-kotak berwarna kuning abu membuat balonnya terlihat menarik. Balon udara akan membawa keranjang yang terdiri dari 5 bilik dengan formasi masing-masing bilik terdiri dari 8 orang di dua bilik kiri dan 8 orang di dua bilik orang kanan dan pada bagian tengah 1 orang pilot.
Ketika balon akan mulai naik ke udara terdengar suara bising dari hembusan api yang ada di tengah balon. Pilot menjelaskan apa yang harus kami lakukan ketika balon mulai mengudara dan bagaimana tindakan kami nantinya apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Duch Vet, jantungku,” kata Syam terlihat ketakutan.
“Masih ada kan jantung lo,” kata Firdi.
“Iya dong masih ada. Tapi gimana gitu,” kata Syam senyum-senyum mulai menikmati naiknya balon disela-sela ketakutannya.
Balon makin naik ke atas hingga pada ketinggian 5000 meter di atas permukaan tanah. Kami semua takjub dengan pemandangan yang ada di bawah. Pilot banyak menjelaskan tentang ketinggian dan tekanan udara. Dia juga menjelaskan bahwa tugasnya adalah bukan mengarahkan balon ke tempat yang dia mau tapi mengontrol arah balon itu sendiri agar tidak tertabrak dengan balon lainnyan yang sedang mengudara. Dengan kata lain bahwa balon udaranya bergerak sesuai dengan arah angin berhembus. Kami benar-benar menikmati naik balon udara selama 1 jam di udara dengan pemandangan yang begitu indah. Melihat balon-balon yang bertebaran di udara dan bentuk batu-batuan yang konon katanya hanya ada di Turki yang seperti ini. Aku merasakan seperti sedang di negeri dongeng. Terbang tinggi dengan balon udara di kala sunrise menuju matahari yang tersenyum indah.
“Vet, nanti kita remedial ya,”celetuk Erin ditengah-tengakh keasyikan kami menikmati pemandangan alam.
“Remedial apa?” tanyaku tidak mengerti.
“Eh Rin. Kamu tuh kumaha. Nikmati ini dulu baru mikir yang lain-lain. Masa lagi naik balon inget remedial.” Kata Syam kesal.
“Eh, remedial ape maksud elo?” tanya Firdi.
“Firdi ihhh galak banget sih nanyanya,” seru Dewi.
“Maksud Erin remedial apa?” kata Dewi mengulang pertanyaan Firdi.
“Ini naik balonnya kita remedial yuuuk,” jawab Erin.
Spontan kami semua tertawa.
“Iye iye, tar elo ye yang remedial sendiri. Gue mah udah lulus.” Tawa Firdi.
Satu jam kemudian kami sudah kembali ke darat. Kami disambut dengan minuman sampanye. Khusus buat kami bukan sampanye tapi orange jus. Selain itu kami pun mendapat sertifikat naik balon udara. Yippieeeee.
“Bisa gak ya ini buat kenaikan pangkat?” kataku bergurau. Kami semua tertawa lepas.
Malam tiba. Kami semua berada di kamar masing-masing. Tiba-tiba pesan whatsapp dari grup Trip to Turki berbunyi.
"Vet, besok jadi kan kita remedial naik balon udaranya?” pesan dari Erin.
Aku hanya tersenyum.
"Iye, jadi. Elo sendiri ye yang remedial. Emang elo kagak takut ape kalo balonnye gembos?" Firdi ngeledek.
"Duitnya kasih ke siapa nih?" tanya Erin.
“Elo jelasin deh tuh Vet sama temen lo,” Firdi geleng-geleng kepala. Aku tertawa. Kulihat Dewi sudah tidur mendengkur.
"Vet," tulis Erin di whatsapp. Aku tidak menjawab. Aku diamkan saja. Hari ini kami mendapat pengalaman yang luar biasa.
"Vetty, jadi kan remedialnya?" Erin menggunakan kata ‘remedial’ untuk mengartikan pengen naik balon lagi.
"Maap Erin, besok agenda acara kita beda lagi. Pagi kota shopping dan siangnya kita harus sudah ready ke pool bis melanjutkan perjalanan ke Istanbul."
Tidak ada bunyi notifikasi lagi. Mungkin Erin kecewa. Tapi mau bagaimana lagi. Jadwal dan budget kita terbatas. Aku pun maunya terus-terusan naik balon udara.
Semua sepertinya sudah tertidur. Mimpi indah ya teman-teman. Semoga kalian malam ini bisa bermimpi naik balon lagi. Remedial naik balon, kata Erin. Ingatlah akan kekuatan mimpi. Dari mimpi inilah yang akhirnya membawa kita ke sini.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar