Eksplorasi Masjid
MASJID JAWA BANGKOK
Pagi ini aku bertekad untuk bisa mengunjungi sebuah masjid di jalan Soi Charoen Rat 1 Yaek 9 Sathorn, Bangkok. Ini adalah hari terakhir kami di Bangkok sebelum akhirnya kami kembali ke tanah air setelah menjelajah Vietnam-Phnom Pehn- Kamboja-Thailand. Awalnya aku bimbang antara ingin pergi ke Chatuchak atau ke masjid Jawa. Kami belum membeli souvenir apa pun di Bangkok ini. Endang minta di temani untuk belanja souvenir dan sejak sebelum tiba di Bangkok aku berjanji akan mengantarkan Endang dan Trisni ke pasar Chatuchack. Tapi karena Trisni sedang dirundung kesedihan mendengar kabar ibunya sakit lagi di tanah air, akhirnya Trisni tidak ikut mencari souvenir. Aku sangat memaklumi. AKu pikir raga Trisni masih di sini tapi pikirannya sudah tidak karuan memikirkan kondisi ibunya di Kediri. Sepanjang malam kemarin, kami mengaji dan zikir-an di hotel. Aku melihat Trisni menangis diam-diam. Tak ada yang dapat kami lakukan selain berdoa dan bersabar.
Sebenarnya moodku sudah hilang untuk belanja souvenir. Aku hanya ingin mengeksplorasi masjid saja. Apalagi setelah berbagai pengalaman selama perjalanan bersama Endang. Rasanya aku kapok untuk berjalan bersamanya lagi.
“Endang, kita ke masjid Jawa dulu ya baru ke pasar Chatuchack,” usulku.
“Aku gak mau ke masjid Jawa. Lagi ngaco aja. Mana ada masjid Jawa di sini,” aku hanya terdiam. Percuma juga menjelaskan padanya tentang masjid Jawa.
“Sebentar aja ndang. Setelah itu kita ke Chatuchack.” pintaku.
“Aku gak mau. Capek jalan terus. Lagian masjidnya juga belum jelas tempatnya,” katanya kekeuh.
“Ya udah kalau tidak mau ikut, kamu tunggu aja di dekat pos polisi lampu merah di underpass jalan Sathorn Tai Rd,” kataku gak mau kalah dengan kekerasan hatinya.
Setelah melalui dua kali belokan, kami tiba di jalan Surasak road. Kami menyusuri jalan ini sebelum akhirnya kami tiba di jalan yang lebih besar lagi yaitu jalan Sathorn Rd. Aku mengantarkan Endang hingga tiba di pos polisi di underpass jalan Sathorn Tai Rd. Di sana aku sekalian bertanya lokasi masjid Jawa. Aku mohon ijin menitipkan Endang di pos polisi itu. Pak polisi menerimanya dan mengatakan padaku untuk tidak usah kuatir tentang keberadaan Endang di sana. Mereka akan menjaganya. Ketika aku pamit pada Endang, dia hanya diam saja.
Aku menyusuri jalan Sathorn Tai Rd hingga tiba di persimpangan jalan antara Charoen Rat Rd dan Soi Charoen Rat 1. Aku berbelok di jalan Soi Charoen Rat 1 dan menyusuri jalan ini hingga tiba di persimpangan jalan antara jalan Rong Nam Khaeng 5 Alley dan Soi Charoen Rat 1 Yaek 9. Aku berbelok ke kiri dan berjalan menyusuri jalan Soi Charoen Rat 1 Yaek 9 hingga tak berapa lama aku tiba di masjid Jawa.
Masjid Jawa terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk, tepatnya di sebuah gang yang hanya pas memuat satu mobil saja yang melintas di sana. Jalanan terlihat sepi. Hanya satu dua orang saja yang lalu lalang. “Assalamualaikum,” aku berdiri di depan pagar masjid sambil memberi salam. Setelah beberapa saat seorang lelaki paruh baya dengan kulit sawo matang membuka pintu pagar dan menjawab salamku.
“Waalaikum salam,”
Aku diam sejenak. Ragu untuk beruacap dalam Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
“Indonesia?” tanya lelaki itu.
“Ya. Boleh aku masuk?’ tanyaku sambil tersenyum.
“Ya.” Jawabnya.
Aku memperkenalkan diri. Kami berbicara tentang masjid Jawa ini. Bahasa yang kami gunakan campur antara Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Meskipun aku tidak begitu mengerti bahasa Jawa.
Masjid ini didirikan oleh Muhammad Sholeh asal Rembang jawa Tengah pada abad 19. Kala itu Muhammad Sholeh merantau ke Bangkok. Ada dua bangunan di dalam masjid yang diperuntukkan untuk masjid itu sendiri dan satu lagi madrasah. Madrasah di masjid Jawa ini mempunyai sekitar 200-an siswa yang belajar mengaji Alquran pada hari Minggu untuk dewasa dan hari Senin hingga Jumat untuk anak-anak. Wilayah sekitar Sathorn ini dihuni hampir sekitar 80 persen penduduknya beragama Islam. Konon kabarnya cucu KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah dan juga tokoh Islam Indonesia tinggal di sini juga. Beliau adalah Walidah Dahlan.
Setelah berbincang-bnincang dengan penjaga masjid, aku mohon ijin untuk mengeksplorasi masjid.
Aku mulai mengeksplorasi masjid Jawa ini mulai dari luar bangunan. Mataku melihat ke sekitar bangunan masjid. Di seberang jalan di depan masjid terdapat tempat pemakaman bagi umat Islam. Masjid ini memiliki serambi dengan empat pintu yang terbuat dari jeruji besi.
Bangunan utama masjid berbentuk segiempat dengan empat pilar di tengahnya sebagai penyangga. Sebagaimana lazimnya kebanyakan masjid yang ada di pulau Jawa, maka masjid ini pun memiliki atap berbentuk limas yang berundak tiga dengan warna dominan hijau muda. Pintu kayu dengan ukiran khas Jawa yang tersemat di bagian atas pintu makin memperlihatkan kekentalan arsitektur Jawa. Sementara itu di samping kiri masjid terdapat prasasti peresmian masjid yang bertuliskan Bahasa Thailand.
Aku masuk ke bagian tempat wudhu. Ada bangku-bangku yang terbuat dari semen beralaskan keramik di setiap depan kran air. Tempat wudhu antara pria dan wanita terpisah.
Aku pamit pada penjaga masjid. Senang rasanya dapat berkunjung ke sini. Meskipun masjid Jawa tidak begitu besar tapi keberadaannya menjadi saksi bagi dunia bahwa Islam dapat hidup damai berdampingan bersama umat agama lain dimanapun berada.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar