Journey to Vietnam
BALI IS NOT A COUNTRY
Siang itu pukul 13.00 sampailah kami di Mui Ne setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 5 jam dengan sleeper bus. Beberapa penumpang memberikan alamat yang dituju dan salah satu fasilitas bis ini adalah mengantarkan penumpangnya ke alamat hotel yang dituju. Aku bingung mau minta diturunkan dimana karena aku memang tidak mempunyai rencana untuk menginap di sini. Maka ketika bis berhenti di sebuah rumah makan, maka kami pun turun bersama beberapa penumpang lainnya.
Aku celingak celinguk memperhatikan sekitar. Sebuah rumah makan sederhana tepat berada di hadapanku.
“Kita mau makan di sini Vet?” tanya Trisni.
“Aku enggak. Endang mau makan nggak?” tanyaku pada Endang. Dia diam terpaku melihat rumah makan.
“Mbak e,” sapa Trisni.
“Enggak ah. Aku kok gak pengen makan apa-apa ya,” jawab Endang.
“Ya sudah. Bekal roti dan makanan lain masih ada kan? Aku juga kurang sreg makan di sini. Bukan karena rumah makannya yang sederhana tapi feelingku mengatakan makanannya tidak halal,” kataku.
Aku masih mengamati sekelilingku. Bingung mau pesan paket tour Mui Ne di mana ya? Katanya sih di hotel tapi sejauh mataku memandang, aku tidak melihat hotel di di dekat sini. Ketika aku memutuskan ingin bertanya pada penumpang lain yang sedang menunggu makanannya di sajikan, saat itu juga mataku bertumpu pada poster tempat-tempat wisata di Mui Ne di dinding dekat kasir rumah makan. Aku mendekati seorang lelaki yang ternyata pemilik rumah makan.
“Excuse me, we want to go to some places in Mui Ne.” tanyaku sambil menunjuk poster yang ada di dinding.
“Ok. We have a jeep tour. How may person are you?” tanya lelaki itu.
“Three,” jawabku.
“How much for three persons?”
“Thirty five for one jeep” jawabnya. Aku terdiam sejenak.
“Twenty dolars, ok?” pintaku. Lelaki itu memandangiku. Aku balas memandangnya. Kulit wajahnya sawo matang dengan garis wajah yang keras dan rambut keriting mengingatkanku pada salah seorang temanku suku Batak. Dia mengambil kalkulator dan mulai menghitung. Aku menoleh pada Trisni dan Endang. Meminta pendapat mereka. Mereka juga terlihat bingung.
“Terserah Vetty aja. Aku nggak tahu,” bisik Trisni. "Info yang aku dapat sih 25 usd untuk 1 jeep. I jeep bisa berlima orang. Tapi kayaknya gak ada lagi penumpang lainnya"
Setelah adu kuat-kuatan dalam mepertahankan harga, akhirnya lelaki itu menyerah dan menyetujui penawaranku.
“Wait here. There is another passenger,” katanya.
“Ok.”
Tidak berapa lama lelaki itu datang dengan seorang pemuda. Kulit wajahnya putih dengan rambut hitamnya yang tebal dan lurus. Kacamata model kekinian bertengger di atas hidungnya yang tidak terlalu mancung. Dia memakai kaos berwarna biru dongker dan celana sepanjang lutut.
Kami menunggu jeep tour. Tak ada sepatah katapun yang terucap diantara kami berempat. Sesekali aku bertabrakan pandangan dengan pemuda itu. Lalu aku tersenyum. Ingin rasanya mengajaknya ngobrrol. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyapanya.
“Hi. My name is Vetty. What’s your name?
“Eri. I am from Korea” Jawabnya singkat.
“These are my friends, Trisni and Endang. We are from Indonesia.”
“Indonesia?” kening Eri berkerut sambil berulang kali menggumamkan kata ‘Indonesia’. Sepertinya dia pernah mendengar kata ‘Indonesia’ sebelumnya. Wajahnya yang tampan terlihat lucu. Kepalanya menggeleng tanda dia menyerah untuk mengingat kata ‘Indonesia’.
“Have you ever heard about Bali?” Kucoba bantu dengan sebuah pertanyaan. Eri tersenyum lebar. Keningnya tidak lagi berkerut.
“Wow… You are from Bali.” Eri berkata sangat antusias.
“I saw my friend's picture when he was in Bali. That's a wonderful country". Aku terbengong. Mungkin kali ini tampangku yang terlihat lucu. Eri menganggap Bali itu negara. Lantas, Indonesia dimana???
“Bali is not a country, Eri. Bali is one of an island in Indonesia. Indonesia is a country.” Aku berusaha menjelaskan posisi Bali dan Indonesia. Bahkan aku pun menunjukkan peta Bali melalui google. Aku menunjukkan peta Indonesia secara keseluruhan. Eri mencoba memahami penjelasanku. Dia mengangguk-angguk tanda mengerti.
Percakapan dengan Eri menyadarkanku bahwa aku harus lebih banyak membekali diri dengan pengetahuan tentang Indonesia; tidak hanya tentang tempat wisata tapi juga keberagaman yang ada di dalamnya. Keberagaman suku bangsa, agama, rumah adat, adat istiadat, makanan, tarian, upacara adat, dan kesenian daerah.
Traveling bukan hanya melulu membekali diri dengan uang, berburu tiket promo, melirik tanggal merah, menyusun itinerary yang sempurna dan packing. Bagiku traveling adalah Indonesia karena Indonesia melekat pada diriku. Kemanapun aku pergi, Indonesia akan menjadi bagian dari jati diriku.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar