Journey to Vietnam
MAIN BECEK DI FAIRY STREAM
Mada memarkirkan jeepnya di tempat parkir di jalan Huynh Thuc Khang Street. Sepotong papan bertuliskan FAIRY STREAM dengan tanda panah terpampang di pinggir jalan itu. Mada mengantarkan kami ke arah panah menuju tepi sungai. Aku melihat ada beberapa warung kecil yang dipenuhi oleh beberapa wisatawan yang sedang menikmati kopi dan makan snack. Ada pula wisatawan yang sedang duduk-duduk di pinggir sungai. Aku menoleh ke arah Mada.
“Where is the place?” tanyaku.
“Here. This river. Just walk through the stream,” aku terdiam. Masih belum paham. Beberapa wisatawan dari arah hulu sungai tampak sedang berjalan menuju tepian sungai dan akan naik ke darat. Mereka berbicara riuh sambil tertawa-tawa.
“Sepertinya kita harus menyusuri sungai deh,” kata Trisni.
“Kita nyebur ke sana?” tanya Endang terheran-heran. Sama herannya dengan yang aku rasakan. Aku menoleh ke arah Mada lagi.
“Time 45 minutes. After that, you come back here. Find the jeep there,” jelas Mada sambil menunjuk ke arah parkiran yang tidak begitu jauh dari tepi sungai. Sebelum aku menjawab, Mada sudah berjalan ke tempat parkiran.
Aku memperhatikan sekelilingku lagi. Beberapa wisatawan yang akan turun ke sungai menitipkan sepatu atau sandalnya ke tempat penitipan. Untuk masuk ke tempat wisata ini tidak dipungut biaya tapi ada biaya untuk penitipan sepatu atau sandal.
“Tris, si Eri kemana?” aku menoleh ke kiri dan kanan mencari Eri.
“Eri sudah masuk ke sungai duluan dari tadi,” jawab Endang yang lagi asyik duduk di bawah pohon.
“Ohh. Gimana nih, Tris? Jadi kita masuk sungai?” tanyaku ragu.
“Sudah tanggung sampai sini Vet. Mau gimana lagi?”
“Ok deh.”
“Where is the place?” tanyaku.
“Here. This river. Just walk through the stream,” aku terdiam. Masih belum paham. Beberapa wisatawan dari arah hulu sungai tampak sedang berjalan menuju tepian sungai dan akan naik ke darat. Mereka berbicara riuh sambil tertawa-tawa.
“Sepertinya kita harus menyusuri sungai deh,” kata Trisni.
“Kita nyebur ke sana?” tanya Endang terheran-heran. Sama herannya dengan yang aku rasakan. Aku menoleh ke arah Mada lagi.
“Time 45 minutes. After that, you come back here. Find the jeep there,” jelas Mada sambil menunjuk ke arah parkiran yang tidak begitu jauh dari tepi sungai. Sebelum aku menjawab, Mada sudah berjalan ke tempat parkiran.
Aku memperhatikan sekelilingku lagi. Beberapa wisatawan yang akan turun ke sungai menitipkan sepatu atau sandalnya ke tempat penitipan. Untuk masuk ke tempat wisata ini tidak dipungut biaya tapi ada biaya untuk penitipan sepatu atau sandal.
“Tris, si Eri kemana?” aku menoleh ke kiri dan kanan mencari Eri.
“Eri sudah masuk ke sungai duluan dari tadi,” jawab Endang yang lagi asyik duduk di bawah pohon.
“Ohh. Gimana nih, Tris? Jadi kita masuk sungai?” tanyaku ragu.
“Sudah tanggung sampai sini Vet. Mau gimana lagi?”
“Ok deh.”
Aku dan Trisni menitipkan sepatu ke tempat penitipan. Kami sudah akan menceburkan kaki kami ke sungai ketika Endang dengan santainya berkata, “Hati-hati ya. Semoga aja gak ada buayanya”.
Aku dan Trisni sampai kaget menoleh.
“Ah gak mungkin ada buayanya. Ini sungainya dangkal kok. Hanya sampai mata kaki doang tingginya,” kataku sambil menyakinkan diri.
“Mbak e gak ikut toh?” tanya Trisni pada Endang.
“Gak ah. Aku di sini saja.” Jawabnya santai.
Aku dan Trisni sampai kaget menoleh.
“Ah gak mungkin ada buayanya. Ini sungainya dangkal kok. Hanya sampai mata kaki doang tingginya,” kataku sambil menyakinkan diri.
“Mbak e gak ikut toh?” tanya Trisni pada Endang.
“Gak ah. Aku di sini saja.” Jawabnya santai.
Kami mengikuti wisatawan lainnya menyusuri sungai. Awalnya aku pun ragu untuk menceburkan kaki ke sungai ini. Pasalnya airnya terlihat berwarna keruh kemerahan. Ternyata itu disebabkan oleh warna pasir di dasar sungai yang memang cenderung kemerahan. Lembut terasa di kaki. Tidak ada bebatuan di dalam sungai, baik batu kecil ataupun besar.
Semakin kami berjalan menyusuri sungai, semakin banyak hal-hal unik yang kami lihat. Di sepanjang tepi sungai Fairy Stream kami melihat tebing pasir dan bukit batu berwarna merah dan putih yang membentuk formasi yang indah.
Kami tidak menyusuri seluruh aliran sungai. Kami malah mendaki sebuah bukit. Dari atas bukit yang dipenuhi dengan pasir berwarna merah, terlihat aliran sungai yang memanjang berkelok yang dipenuhi oleh beberapa wisatawan yang sedang trekking.
Aku mengabadikan momen di Fairy Stream ini. Jepret… jepret. Foto-foto itu terkirim via whatsapp ke keluarga dan adik-adikku. Apa pendapat mereka? Salah satu adikku berkata, ”Uni….uni…. Main becek-becekkannya jauh amat sampai ke Vietnam. Di Bekasi juga banyak tanah merah seperti itu. Hehehe” Gubrak deh. Hahahahaaha



Tidak ada komentar:
Posting Komentar