Journey to Turkey
WE ARE BROTHERS
"Turki adalah salah satu negara besar di kawasan Eurasia. Jadi wilayahnya ada yang berada di benua Eropa dan benua Asia. Salah satu wilayah atau tempat yang ada di benua Asia adalah Anadolu Kavagi."
Hari ini adalah jadwalku ikut tour Bhospourus yang dimulai dari dermaga Eminonu. Untuk mencapai pelabuhan ini, aku harus menaiki metro hingga stasiun Topkapi. Kemudian dilanjutkan dengan menaiki tram hingga tiba di Eminonu.
Pelabuhan terlihat sangat ramai sekali. Sulit bagiku untuk mencari loket penjualan tiket tour. Sementara itu beberapa orang datang menghampiriku dan menawarkan tiket tour Bhospourus. Aku tolak dengan halus. Karena pastinya harga dipatok dengan sangat tinggi apalagi bagi turis asing sepertiku ini. Aku mendatangi sebuah bangunan dan benar saja, di sana ada loket penjualan tiket. Beberapa orang “bule” tinggi besar sedang mengantri.
“How much for the ticket, sir?” tanyaku
“How many persons?” aku terdiam sebentar mencoba mencerna apa yang diucapkannya. Logat bahasa Inggrisnya berbeda dengan yang biasa aku dengar. Aku melihat tulisan yang terpampang di dinding kaca loket. 25.00 TL. Jadi sekitar Rp. 75.000.“Five,” jawabku sambil menunjukkan lima jariku pada petugas loket.
Tidak jauh dari loket, antrian 2 baris sudah memanjang dan saling berdesak-desakan seolah takut tidak diajak naik kapal pesiar. Tua muda, besar kecil, dewasa dan anak-anak, semua numpuk berbaris. Riuh dengan berbagai ucapan dan logat masing-masing negara. Kami pun tidak kalah ramainya. Kebayang kan kalau lima emak-emak lagi traveling. Apalagi antrinya sampai setengah jam dan panasnya pun mulai menyengat.
Dong…..Dong…… suara nyaring kapal laut agak meredamkan suara para penumpang yang sedang antri. Semua wajah langsung berpaling pada kapal yang baru tiba di pelabuhan. Wajah-wajah yang penuh semangat bersiap-siap akan naik kapal pesiar. Aku dan teman-teman dengan gesitnya sudah berada di barisan paling depan pintu. Ketika pembatas di buka, aku berlari menuju kapal dan langsung naik ke buritan diikuti oleh Dewi dan Firdi. Perjuangan kami tidak hanya sampai di situ saja. Kami pun mulai berebut dengan para penumpang lainnya yang badannya besar-besar untuk saling mendahului mendapatkan tempat duduk yang posisinya strategis agar leluasa memandangi laut lepas.
Sekitar pukul 11.30 kapal merapat ke sebuah dermaga. Aku pikir tour nya sudah selesai tapi ternyata belum. Petugas kapal berteriak mengumumkan sesuatu yang tentu saja tidak kumengerti artinya karena dia menggunakan bahasa Turki. Aku bertanya pada salah seorang penumpang. Dia menjelaskan bahwa kita akan diturunkan di dermaga ini dan nanti pukul 13.00 akan ada kapal yang datang untuk menjemput. Masih dalam kebingungan, aku akhirnya turun mengikuti penumpang lainnya.
Di dermaga kami di sambut dengan para penjaja restoran yang mengajak untuk masuk ke dalam restorannya. Benar-benar waktu yang pas untuk makan siang. Aku melirik harga yang terpampang di papan. Seekor ikan bakar harganya 20 TL. Otakku mulai menkurskan nilai mata uangnya. Hmmm…Rp. 60.000. Baru lauknya saja. Aku melirik teman-teman yang lain. Kami semua tersenyum.
“Untung kita bawa nasi dan lauk ya,” Erin dan Syam hampir berbarengan berucap. Kami semua tertawa.
“Untung kita bawa nasi dan lauk ya,” Erin dan Syam hampir berbarengan berucap. Kami semua tertawa.
Aku bergegas jalan untuk mencari masjid atau musholla. Tiba-tiba suara klakson bis mengagetkanku. Dengan cepat aku menyeberang jalan. Di depanku seorang bapak agak gemuk, sedang mengangkat tangannya seakan meminta supir bis menghentikan bisnya.
“Be careful, lady.” Sapanya sambil tersenyum. Aku tersenyum malu karena kecerobohanku menyeberang tidak dengan hati-hati.
“Where are you from?” tanya bapak itu dengan ramah tapi hati-hati dalam berbicara.
“I am from Indonesia,”
“Oooo… Endonesia. You are in Asia continental. We are brother. We are the same. We are moslem” Aku tercenung. Ini di benua Asia?
Dari arah seberang jalan teman-teman menegurku.
“Vetty, kamu kok menyeberang jalan nggak hati-hati sih. Kalau terjadi apa-apa gimana? Kita kan lagi di luar negeri looo,” Dewi terlihat cemas.
“Kita ada di benua asia loo.” Jawabku tanpa menghiraukan kecemasan Dewi. Kami bercakap-cakap dengan bapak itu. Namanya Mohammad. Tempat ini bernama Anadolu Kavagi. Turki bagian Asia nya. Dari petunjuk bapak Mohammad kami menemukan sebuah musholla yang letaknya tidak jauh dari dermaga.
“Where are you from?” tanya bapak itu dengan ramah tapi hati-hati dalam berbicara.
“I am from Indonesia,”
“Oooo… Endonesia. You are in Asia continental. We are brother. We are the same. We are moslem” Aku tercenung. Ini di benua Asia?
Dari arah seberang jalan teman-teman menegurku.
“Vetty, kamu kok menyeberang jalan nggak hati-hati sih. Kalau terjadi apa-apa gimana? Kita kan lagi di luar negeri looo,” Dewi terlihat cemas.
“Kita ada di benua asia loo.” Jawabku tanpa menghiraukan kecemasan Dewi. Kami bercakap-cakap dengan bapak itu. Namanya Mohammad. Tempat ini bernama Anadolu Kavagi. Turki bagian Asia nya. Dari petunjuk bapak Mohammad kami menemukan sebuah musholla yang letaknya tidak jauh dari dermaga.
Di dalam musholla ada beberapa laki-laki dan wanita yang sedang shalat. Ruangannya terpisah. Kami bergantian shalat. Anehnya, para wanita yang sudah selesai shalat itu tidak langsung pergi. Selesai kami shalat, mereka memandangi kami dengan tersenyum. Salah seorang wanita bertanya tentang asal kami. Mereka saling berpandangan dan makin tersenyum lebar. Kami jadi heran dibuatnya.
“We are brothers. Same from Asia. Right?”
Aku terpana. Ini untuk kedua kalinya ada yang mengaku-aku kalau kita bersaudara. Terharu juga rasanya. Aku pun mengangguk mengiyakan.
“We are sisters also cos we are woman.” Kata Dewi. Kami semua tertawa.
“We are brothers. Same from Asia. Right?”
Aku terpana. Ini untuk kedua kalinya ada yang mengaku-aku kalau kita bersaudara. Terharu juga rasanya. Aku pun mengangguk mengiyakan.
“We are sisters also cos we are woman.” Kata Dewi. Kami semua tertawa.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar